Dengan menerapkan metode SRI dalam pemberdayaan tanaman padi oleh para petani lebih banyak menuai banyak keuntungan di bandingkan dengan menggunakan metode konvensional. Diantaranya adalah hemat biaya produksi, dengan SRI biaya produksi justru turun 10-20%. Karena penggunaan pupuk kimia berkurang jauh atau pemakaian pupuk kimia sudah tidak dilakukan lagi.
Sementara nutrisi ditambahkan melalui pemberian MOL(Mikro Organisme Lokal). Selain itu, pemakaian benih jauh berkurang, yakni jadi hanya 5 kg/ha dari semula 20-25 kg. Untuk mengatasi hama dan penyakit digunakan pestisida nabati.
Pemakaian air pun dapat dihemat karena diterapkan sistem macak-macak. Menurut Salim Hariadi petani di Sumberrejo, Kec.Purwosari, Kab.Pasuruan, biaya produksi hanya Rp.3.400.000,- pre/ha tanpa memperhitungakan sewa lahan. Sebelum menerapkan SRI, ia menghabiskan biaya Rp.3.750.000,- per/ha atau hemat Rp.350.000,- setelah menggunakan SRI.
Petani padi di Desa Embawang, Kec.Tanjungagung, Muaraenim, Sumatera Selatan mengombinasikan sistem SRI dan penggunaan Mikroorganisme Lokal(MOL) sebagai Bioaktivator. Hasilnya tanaman padi tumbuh subur, banyak anakan, malai(batang) panjang, dan bulir bernas, sehingga produksi membumbung hingga 6.8-8 ton GKG per/ha.
Di daerah Ciamis dan Garut, Jawa Barat, para petani malah mampu mencapai produktivitas masing-masing 9,5-10 ton GKG per/ha dan 12-14 ton GKG per/ha. Padahal sebelumnya dengan cara tanam konvensional mereka hanya memanen 4-5 ton GKG per/ha.
Dengan bukti-bukti tersebut Ir Agus Susewo, Direktur Direktorat Pengolahan Lahan Kementerian Pertanian, menyatakan teknologi SRI merupakan solusi untuk mencapai ketahanan pangan nasional.
Sementara nutrisi ditambahkan melalui pemberian MOL(Mikro Organisme Lokal). Selain itu, pemakaian benih jauh berkurang, yakni jadi hanya 5 kg/ha dari semula 20-25 kg. Untuk mengatasi hama dan penyakit digunakan pestisida nabati.
Pemakaian air pun dapat dihemat karena diterapkan sistem macak-macak. Menurut Salim Hariadi petani di Sumberrejo, Kec.Purwosari, Kab.Pasuruan, biaya produksi hanya Rp.3.400.000,- pre/ha tanpa memperhitungakan sewa lahan. Sebelum menerapkan SRI, ia menghabiskan biaya Rp.3.750.000,- per/ha atau hemat Rp.350.000,- setelah menggunakan SRI.
Petani padi di Desa Embawang, Kec.Tanjungagung, Muaraenim, Sumatera Selatan mengombinasikan sistem SRI dan penggunaan Mikroorganisme Lokal(MOL) sebagai Bioaktivator. Hasilnya tanaman padi tumbuh subur, banyak anakan, malai(batang) panjang, dan bulir bernas, sehingga produksi membumbung hingga 6.8-8 ton GKG per/ha.
Di daerah Ciamis dan Garut, Jawa Barat, para petani malah mampu mencapai produktivitas masing-masing 9,5-10 ton GKG per/ha dan 12-14 ton GKG per/ha. Padahal sebelumnya dengan cara tanam konvensional mereka hanya memanen 4-5 ton GKG per/ha.
Dengan bukti-bukti tersebut Ir Agus Susewo, Direktur Direktorat Pengolahan Lahan Kementerian Pertanian, menyatakan teknologi SRI merupakan solusi untuk mencapai ketahanan pangan nasional.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar